Kata Baha'i di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia terdengar masih asing. Baha'i mencuat setelah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin secara gamblang menegaskan tengah mengkaji Baha'i apakah bisa diakui sebagai agama di Indonesia atau tidak.
Awalnya, seperti yang dijelaskan Menag dalam kicauannya di twitter, Kamis 24 Juli 2014, kajian ini dilakukan setelah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengirimkan surat yang mempertanyaan perihal Baha'i ini.
"1. Awalnya Mendagri bersurat, apakah Baha'i memang benar merupakan salah saru agama yg dipeluk penduduk Indonesia? #Baha'i."
"2. Pertanyaan ke Menag itu muncul terkait keperluan Kemendagri memiliki dasar dlm memberi pelayanan administrasi kependudukan. #Baha'i". Selengkapnya lihat di sini.
Sekadar mengingatkan, pemerintah hingga kini hanya mengakui enam agama dalam konstitusi: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu.
Sedangkan Baha'i sampai saat ini belum termasuk yang diakui sebagai agama. Agama Baha'i seperti dirangkum dari berbagai sumber, muncul di Iran pada abad 19, tepatnya tahun 1863. Pendirinya Baha'u'llah yang wafat pada tahun 1892 di Bahji . Agama yang dibawa Baha'u'llah ini terus berkembang hingga penganutnya mencapai enam juta orang di awal abad 21. Para penganut agama ini tersebar di 237 negara di dunia.
Dalam ajaran Baha’i, seperti dikutip dari Wikipedia, agama dipandang sebagai suatu proses pendidikan bagi umat manusia melalui para utusan Tuhan, yang disebut para "Perwujudan Tuhan". Baha’u’llah dianggap sebagai Perwujudan Tuhan yang terbaru. Dia mengaku sebagai pendidik Ilahi yang telah dijanjikan bagi semua umat dan yang dinubuatkan dalam agama Kristen, Islam, Buddha, dan agama-agama lainnya.
Dia menyatakan bahwa misinya adalah untuk meletakkan pondasi bagi persatuan seluruh dunia, serta memulai suatu zaman perdamaian dan keadilan, yang dipercayai umat Baha’i pasti akan datang.
Dalam pandangan Baha’i, agama memiliki dua aspek, yaitu aspek hakiki dan aspek sementara. Aspek hakiki adalah ajaran-ajaran kerohanian yang tidak berubah, sedangkan aspek sementara adalah peraturan-peraturan yang diberikan sesuai dengan keperluan zamannya.
Menurut The World Almanac and Book of Facts 2004, kebanyakan penganut Baha’i hidup di Asia (3,6 juta), Afrika (1,8 juta), dan Amerika Latin (900.000). Menurut beberapa perkiraan, masyarakat Baha’i yang terbesar di dunia adalah India, dengan 2,2 juta orang. Kemudian Iran dengan 350.000 penganut, dan Amerika Serikat dengan 150.000 orang penganut. Selain negara-negara itu, jumlah penganut sangat berbeda-beda. Pada saat ini, belum ada negara yang mayoritasnya beragama Baha’i. Guyana adalah negara dengan persentase penduduk beragama Baha’i yang paling besar (7,0 persen).
Dalam menjalankan ritualnya, pemeluk Baha'i di antaranya harus menjalankan sembahyang wajib Baha'i, membaca tulisan suci setiap hari, dilarang bergunjing dan memfitnah, menjalankan puasa Baha'i setiap tahun. Rumah ibadah Baha’i dinamakan Mashriqu’l-Adhkar, yakni tempat untuk berdoa, meditasi dan melantunkan ayat-ayat suci Baha’i dan agama-agama lain.
Baha'i di Indonesia
Baha’i masuk ke Indonesia sejak sekitar tahun 1878, dibawa oleh dua orang pedagang dari Persia dan Turki, yaitu Jamal Effendi dan Mustafa Rumi. Dalam website resmi agama Baha'i di Indonesia, dijelaskan, Agama Baha’i adalah agama yang independen dan bersifat universal, bukan sekte dari agama lain.
Namun berapa jumlah pemeluk Baha'i di Indonesia hingga saat ini tidak diketahui dengan pasti.
Sebagai catatan, tahun 2009 lalu, ratusan penganut agama ini sempat membuat heboh warga Tulungagung. Warga menolak keberadaan mereka karena ritualnya dianggap menyesatkan. Para penganut ajaran ini meyakini kitab suci mereka adalah Akhdas. Sedangkan salatnya berkiblat ke Gunung Karmel atau Karamel di Israel. Mereka salat sehari sekali, dan berpuasa hanya 17 hari. Beberapa penganut agama ini juga tercatat di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.